
Jakarta – Israel dan Iran adalah dua negara yang sama-sama mengembangkan teknologi nuklir.
Iran bagi Barat adalah ancaman karena dianggap tak bisa dipercaya soal komitmen. Begitu pula Israel bagi kawasan Timur Tengah.
Robert Einhorn, staf khusus soal perlucutan senjata dan nonproliferasi nuklir Amerika Serikat yang mengunjungi Indonesia akhir pekan lalu, mengatakan masalah Iran dan Israel berbeda.
Catatan Iran sebagai anggota NPT tidak bagus, kata Einhorn.
“Ini bukan AS yang menyatakannya, tetapi internasional, Badan Atom Internasional IAEA yang menyatakannya.”
Menurut dia, tahun 2002 terungkap Iran memiliki fasilitas pengayaan uranium bawah tanah. Penyelidikan oleh IAEA mengungkapkan sejumlah pelanggaran oleh Iran atas komitmennya terhadap IAEA.
Ia mengatakan Dewan Gubernur IAEA dan DK PBB mengeluarkan empat resolusi yang menya takan Iran tidak patuh dan meminta Iran menghentikan pengayaan uranium. “Iran terus membandel,” katanya.
Akhir September lalu, Presiden Obama, Presiden Prancis dan PM Inggris dalam pertemuan di Pittsburgh meng ungkapkan Iran memiliki fasili tas nuklir kedua yang dirahasiakan, hal ini diungkap agen intelijen AS, Inggris dan Prancis.
Menurut Einhorn, pengungkapan fasilitas pengayaan nuklir ini tidak hanya mengejutkan negara-negara yang menentang Iran, tapi juga negara-negara yang mendukung Iran seperti Rusia dan China.
“Namun, pemerintahan Obama membuat kebijakan untuk melibatkan diri dengan Iran, berbicara langsung dengan Iran untuk menemukan solusi masalah yang memisahkan negara kami selama bertahun-tahun. Presiden kami menulis dua surat kepada pemimpin Iran untuk mencoba membangun hubungan lebih baik. Tapi, Iran tidak menanggapinya dengan resiprokal,” katanya.
Einhorn menyatakan ia menghadiri pertemuan dengan Iran di Jenewa, 1 Oktober lalu. Menurut dia, ada kesepakatan, tapi dalam waktu hanya sebulan saja tidak dipatuhi Iran. Banyak orang mengira AS meragukan Iran karena masalah penyanderaan (kasus penyanderaan di Kedubes AS di Teheran tahun 1981, Red.).
Einhorn mengakui sikap AS dan Indonesia kerap berbeda dalam menyikapi masalah nuklir Iran. “Kami punya lebih banyak pandangan negatif tentang Iran ketimbang IAEA. Tapi IAEA mengeluh, El Baradei mengeluh karena kurang kerja samanya Iran. Akibatnya dia sendiri tidak mampu memutuskan apakah Iran punya program nuklir tersembunyi, apakah Iran sudah menunjukkan kemajuan dalam kepatuhannya terhadap komitmen yang dibuat dengan IAEA. Menurut kami kekhawatiran kami soal Iran bukan cuma AS, tapi masyarakat internasional.”
Soal Israel, kata Einhorn, memang ada kekhawatiran soal standar ganda. “Tapi ini berbeda. Iran enggan me matuhi komitmennya, namun tidak ada yang mengklaim Israel tidak mematuhi kewajibannya. Israel bukan anggota NPT. Tidak pernah join NPT,” katanya.
Menurut Einhorn, Israel ingin tetap membiarkan opsi terbuka sepanjang tidak ada perdamaian di kawasan antara Israel dengan negara-negara tetangganya. Israel tidak melanggar kewajiban. “Tapi Iran-lah. AS juga ingin melihat Timur Tengah yang bebas nuklir dan senjata pemusnah massal. Proposal yang lama di ajukan Presiden Mubarak Mesir yang didukung AS. Kami ingin Israel pada akhirnya bergabung dengan NPT. Kami ingin melihat Israel join zona bebas nuklir Timur Tengah. Kami dukung itu dan kami mendukung pembahasan itu antara Israel dengan tetangganya,” katanya.
Einhorn menyatakan pembentukan zona semacam itu sulit sepanjang tidak ada perdamaian di kawasan. Israel memiliki kesepakatan perdamaian hanya dengan Mesir dan Yordania, tapi tidak dengan lainnya. (natalia santi)
dipublikasikan di Sinar Harapan, 13 November 2009
No comments:
Post a Comment