
Jakarta - Indonesia menyayangkan kondisi yang berkembang sedemikian rupa sehingga Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) merasa perlu menerapkan sanksi tambahan terhadap Iran.
“Kita senantiasa berpandangan bahwa penyelesaian masalah ini melalui perundingan, dialog, karena itulah kita ingin menciptakan kondisi yang kondusif terhadap dialog perundingan itu,” kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa seusai bertemu dengan Wakil Menlu China Cui Tiankai di Gedung Pancasila, Jakarta, Jumat (11/6).
“Sekarang pertanyaannya adalah apakah penerapan sanksi ini menciptakan kondisi yang kondusif atau tidak karena hampir sesaat bersamaan dengan penerapan sanksi ini, pihak iran menyatakan mereka negatif atas sanksi ini,” tambahnya.
Menurut Marty, permasalahan inti dari masalah Iran adalah kekurangpercayaan dari kedua pihak. “Yang menurut kita perlu dilakukan adalah membangun kembali kepercayaan, bukan masalah teknis, bukan masalah memperkaya uranium di negara ketiga, seperti yang sudah berhasil diraih dengan Brasil dan Turki. Ternyata setelah ada itu pun pihak-pihak lain belum memercayai efektivitas proses ini sehingga timbullah penambahan sanksi ini,” papar Marty.
Dia menegaskan Indonesia senantiasa berkeyakinan pendekatan yang perlu dikedepankan adalah pendekatan yang menggarisbawahi perlunya dialog dan komunikasi. “Iran sendiri berkewajiban memenuhi ketentuan dari NPT, bekerja sama dengan IAEA, namun tentu tanpa mengesampingkan hak setiap negara untuk mengembangkan energi nuklir secara damai.”
Saat ditanya SH apakah sanksi baru akan menghalangi kerja sama nuklir Indonesia dengan Iran, Marty menjawab, “Faktanya resoulsi DK PBB, apapun konstelasi votingnya, harus dipatuhi masyarakat internasional.”
G-20
Pertemuan Marty dengan Wakil Menlu China Cui terutama membahas persiapan KTT G-20 di Toronto, 26 Juni mendatang. Selain mendiskusikan masalah apa yang akan dibahas dalam KTT tersebut, kedua pejabat juga mempersiapkan pertemuan bilateral antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden China Hu Jintao di sela-sela KTT.
Indonesia dan China bertukar pandangan soal bagaimana peranan G-20 memastikan pemulihan ekonomi agar tetap berlanjut. Kedua pihak juga membahas bagaimana peran G-20 ke depannya. “Kita punya pandangan yang sama bahwa tatanan internasional, harus dibuat lebih representatif dengan adanya partisipasi negara-negara seperti Indonesia,” kata Marty.
Selain G-20, kedua pejabat juga membahas masalah regional seperti situasi Semenanjung Korea dan Myanmar. “Baik Indonesia maupun Tiongkok memiliki posisi serupa, prihatin atas situasi yang berkembang akhir-akhir ini, tapi di pihak lain mempunya tekad yang sama untuk memastikan kondisi yang kondusif tetap dipelihara agar ada penyelesaian masalah melalui dialog, perundingan,” kata Marty.
Menurutnya, Tiongkok memiliki peranan penting sebagai inisiator proses dialog enam pihak. “Tapi pihak Tiongkok juga mengakui Indonesia memiliki hubungan yang sangat baik, baik dengan Korea Utara maupun Korea Selatan sehingga Tiongkok mengharapkan peranan Indonesia yang konstruktif di bidang ini. Kita mencari bentuk peranan yang selaras dan bersinergi dengan dialog enam pihak di masa depan.” katanya.
(natalia santi)
dipublikasikan Sinar Harapan, Jumat, 11 Juni 2010
Foto: Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Wamenlu China Cui Tiankai (Rasto/Kemlu RI/Dit.Infomed)
http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/back_to/indeks-lalu/read/indonesia-menyayangkan-sanksi-baru-iran/?tx_ttnews%5Byears%5D=2010&tx_ttnews%5Bmonths%5D=06&tx_ttnews%5Bdays%5D=11&cHash=03b9c102da
No comments:
Post a Comment