Search This Blog

Tuesday, June 8, 2010

AS Ingin Timur Tengah Bebas Nuklir

Robert Einhorn:

AS Ingin Timur Tengah Bebas Nuklir

Jakarta – Robert Einhorn, staf khusus soal pelucutan senjata dan nonproliferasi nuklir Amerika Serikat (AS) mengunjungi Indonesia akhir pekan lalu.

Einhorn bertemu pejabat Departemen Luar Negeri RI, juru bicara Kepresidenan Dino Patti Jalal, Ketua Komisi I DPR RI, serta Sekjen ASEAN Surin Pitsuwan.
Kepada dua war­ta­wati di Jakarta, salah satunya Natalia Santi dari Sinar Harapan, Einhorn memaparkan agenda kunjungannya. Antara lain mengundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Konferensi Tingkat Tinggi Keamanan Glo­bal soal Nuklir, yang rencananya akan berlangsung April 2010 di Washington dan rencana pembentukan saluran komunikasi regular RI-AS. Diplomat yang telah berkecimpung dengan masalah nuklir sejak tahun 1972 ini juga memaparkan posisi AS soal nuklir Iran dan Israel, Korea Utara (Korut) dan soal nuklir di Asia Tenggara. Berikut paparan Einhorn mengenai kebijakan pelucutan senjata dan nonproliferasi nuklir AS.

Einhorn: Pemerintahan Obama memberikan prioritas tinggi pada isu-isu pelucutan senjata dan nonproliferasi. Presiden Obama yakin seluruh negara di dunia harus bekerja sama untuk menegakkan re­zim nonproliferasi yang mun­dur dengan keluarnya Korea Utara dari NPT (Nuclear non-Proliferation Treaty-red), peningkatan peralatan nuklir, dan ketidakpatuhan Iran terhadap resolusi DK PBB.
Presiden Obama memahami bahwa tidak ada satu pun negara atau kelompok negara yang bisa membangkitkan rezim ini sendiri. Kami perlu merangkul berbagai kelompok negara untuk memperkuat rezim. Kami percaya bahwa penting untuk menjangkau negara anggota Gerakan Non­blok yang berpengaruh, seperti Indonesia. Obama meyakini Indonesia adalah negara yang penting sebagai pemimpin demokrasi di dunia muslim.
Kunjungan saya ke Indo­nesia antara lain untuk membentuk saluran komunikasi re­guler di bidang pelucutan senjata dan nonproliferasi. Bukan sekadar perbincangan beberapa hari, tapi rutin. Memang, Indonesia dan AS kadang-kadang berada di sisi yang berseberangan soal isu ini.
Indonesia sebagai pemim­pin dalam gerakan Nonblok, telah mendesak keras langkah-langkah pelucutan senjata nuklir.
Sedangkan Amerika Seri­kat sebagai pemimpin negara nuklir telah mendesak lang­kah-langkah nonproliferasi dan mencegah negara-negara untuk memiliki senjata nuklir. Presiden Obama meyakini kita tidak boleh memisahkan ke­dua isu tersebut. Pelucutan senjata dan nonproliferasi saling terkait secara integral.

Saluran komunikasi reguler seperti apa yang akan dibentuk?
Saya tidak setiap hari ke Jakarta, komunikasi bisa dilakukan melalui perwakilan di New York, Jenewa, Wina, Washington juga kedubes AS di Jakarta, untuk meneruskan dialog ini. Saluran komunikasi ini penting, mengingat akan ada beberapa pertemuan penting. Bulan April mendatang, Presiden Obama akan menjadi tuan rumah KTT Global soal Keamanan Nuklir. Dia mengundang 40 negara untuk menghadiri KTT tersebut, termasuk Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyatakan akan datang ke Washington. Selain itu, bulan Mei mendatang akan ada pertemuan negara pihak NPT, untuk mengevaluasi traktat dan menentukan langkah evaluasi lima tahun sekali. Penting bagi Indonesia dan Amerika Serikat bekerja sama dalam hal ini.

Dalam memandang masalah nuklir, sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar, rakyat Indonesia kerap mempertanya­kan mengapa AS begitu keras terhadap Iran, namun terus membela Israel?
Catatan Iran sebagai anggota NPT tidak bagus. Ini bukan AS yang menyatakannya, tetapi Badan Atom Internasional IAEA menyata­kannya.

Tahun 2002, terungkap Iran memiliki fasilitas pengayaan uranium bawah tanah. Penyelidikan oleh IAEA mengungkapkan sejumlah pelanggaran oleh Iran atas komitmennya terhadap IAEA. Dewan Gubernur IAEA dan DK PBB mengeluarkan empat resolusi yang menyatakan Iran tidak patuh dan meminta Iran menghentikan pengayaan Ura­nium. Iran terus membandel.
Akhir September lalu, Pre­siden Obama, Presiden Prancis dan PM (Perdana Menteri) Inggris dalam pertemuan di Pittsburgh mengungkapkan, Iran memiliki fasilitas nuklir kedua yang dirahasiakan, hal ini diungkap agen intelijen AS Inggris dan Prancis.
Pengungkapan fasilitas pengayaan nuklir ini tidak hanya mengejutkan negara-negara yang menentang Iran, tapi juga negara-negara yang mendukung Iran, seperti Rusia dan China.
Namun, pemerintahan Oba­ma membuat kebijakan untuk melibatkan diri dengan Iran, berbicara langsung dengan Iran untuk menemukan solusi masalah yang memisah­kan negara kami selama ber­tahun-tahun. Presiden kami menulis dua surat kepada pemimpin Iran untuk mencoba membangun hubungan lebih baik. Tapi Iran tidak menanggapinya dengan resiprokal.
Saya sendiri menghadiri pertemuan dengan Iran di Jenewa. 1 Oktober, saya dan pejabat senior Departemen Luar Negeri AS menghadirinya. Ada kesepakatan, tapi dalam waktu hanya sebulan saja tidak dipatuhi Iran. Hanya sebulan.

Tampaknya AS dan Indonesia berbeda pandangan soal laporan IAEA?
Kita memang punya ba­nyak perbedaan dengan IAEA. Kita punya lebih banyak pandangan negatif tentang Iran ketimbang IAEA. Tapi IAEA mengeluh, El Baradei (Dirjen IAEA-red) mengeluh karena kurangnya kerja sama Iran. Akibatnya, dia sendiri tidak mampu memutuskan apakah Iran punya program nuklir tersembunyi, tentang apakah Iran sudah menunjukkan kemajuan dalam kepatuhannya terhadap komitmen yang dibuat dengan IAEA.
Soal Israel, kami tahu ada kekhawatiran soal standar ganda, tapi ini beda. Iran enggan mematuhi komitmennya, namun tidak ada yang mengklaim Israel tidak mematuhi kewajibannya. Israel bukan anggota NPT. Tidak pernah bergabung dengan NPT. Kami bisa menyesalkan hal itu, tapi kami menyesalkan faktanya. Israel ingin tetap membiarkan opsi terbuka sepanjang tidak ada perdamaian di kawasan antara Israel dengan negara-negara tetangganya. Israel tidak melanggar kewajiban.
AS juga ingin melihat Timur Tengah yang bebas nuklir dan senjata pemusnah massal. Proposal yang lama diajukan Presiden Mubarak Mesir didukung AS. Kami ingin Israel pada akhirnya berga­bung dengan NPT. Kami ingin melihat Israel bergabung dengan zona bebas nuklir Timur Tengah. Kami dukung itu dan kami mendukung pembahasan itu antara Israel dengan tetangganya.
Soal pembentukan zona semacam itu, sekarang sangat sulit sepanjang tidak ada perdamaian di kawasan, Israel memiliki kesepakatan perdamaian hanya dengan Mesir dan Yordania, tapi tidak dengan lainnya.
Israel bersiap bergabung dengan di Zona bebas nuklir Timur Tengah, tapi harus ada perdamaian komprehensif antara Israel dengan tetangga-tetangganya. Harus yakin seluruh tetangganya patuh dengan kewajiban nonproliferasi.
Sementara, Suriah diduga telah memiliki reaktor nuklir dengan teknologi dari Korea Utara tanpa memberi tahu IAEA. Jika benar, saya percaya ini benar, memperlihatkan niat Suriah memiliki nuklir.
Kalau kita ingin melihat zona bebas nuklir di Timur tengah yang paling penting adalah proses perdamaian. Indonesia punya kredibilitas dan pengaruh, terutama di negara berkembang, GNB, dan muslim. Dalam kasus ini, kami ingin Indonesia menyelesikan masalah ini, Indonesia dihormati seluruh dunia dan Iran dan kami akan senang jika Indonesia bisa mendorong Iran untuk bekerja sama dengan penyelidikan IAEA.

Bagaimana dengan Korut? Mengapa mereka “ngotot” berdialog langsung dengan AS?
Sebenarnya masalah nuklir Korut yang paling berkepen­tingan adalah negara-negara tetangganya, seperti Korea Selatan, Jepang dan Rusia.
Mereka ingin pengakuan sebagai negara nuklir. Bagai­manapun AS adalah negara berpengaruh di dunia karena itu mereka menginginkan hubungan yang bersih dengan AS. Mereka ingin mendapat stempel persetujuan kami terhadap sistem mereka. Karena jika mereka mendapat itu dari AS, mereka pikir semua negara akan menghormati mereka. Masalahnya, AS tidak akan pernah memiliki hubungan normal bebas sanksi dengan Korut selama mereka memiliki senjata nuklir.
Korut berangan-angan bahwa kami akan menerimanya menjadi negara nuklir. Itu tidak akan pernah terjadi.

Bagaimana jika negara-negara ASEAN ingin mendapatkan nuklir untuk energi?
Tidak mengkhawatirkan. Nuklir merupakan energi yang aman, namun penting bagi negara-negara tersebut mendapatkannya dengan cara yang bertanggung jawab. Penting agar keamanan dan keselamatan diperhatikan dengan saksama. Reaktor harus dibangun di tempat yang aman dan program yang dilaksanakan tidak berisiko bagi masyarakat setempat. Sesuai dengan NPT, melapor ke IAEA supaya mendapatkan hak-hak hukum dan menjamin keamanan struktur, maka instalasi nuklir itu dapat diteruskan. Itu akan aman.
Kami punya info solid bahwa kelompok teroris berusaha mendapatkan nuklir. Hal ini juga akan dibahas pada KTT bulan April mendatang, tapi tujuan utama pertemuan itu adalah seluruh pemimpin menyadari ancaman kepemilikan nuklir oleh teroris, sehingga semua menyadari ancaman itu dan akan mengambil langkah untuk mencegahnya sebagai kepentingan bersama.
Teroris tidak membangun instalasi nuklir namun akan mencurinya. Di Asia Tenggara belum banyak instalasi nuklir, karena itulah, mumpung belum ada, maka hal itu tak perlu perlu dipikirkan.

Apa yang menjadi prioritas nonproliferasi AS?
Masalah Iran, Korut, dan Suriah adalah hal-hal yang menjadi prioritas isu nonproliferasi AS. Suriah harus bekerja sama dengan penyelidik IAEA. Sedangkan negara-negara Asia Tenggara harus mewaspadai kerja sama nuklir Korut dengan Myanmar. Negara-negara harus menjamin agar kerja sama mereka tidak berimplikasi militer. n


dipublikasikan di Sinar Harapan, 16 November 2009
http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/back_to/indeks-lalu/read/as-ingin-timur-tengah-bebas-nuklir/?tx_ttnews%5Byears%5D=2009&tx_ttnews%5Bmonths%5D=11&tx_ttnews%5Bdays%5D=16&cHash=eaf87e1e29

No comments: