Pengantar:
Korea Selatan dan Korea Utara, dua negara bertetangga yang pernah bersatu dan sebagian rakyatnya masih memimpikan penyatuan kembali. Pada pertengahan Juni lalu, SH diberi kesempatan mengunjungi perbatasan kedua negara dan mengupas lebih dalam soal unifikasi keduanya. Berikut beberapa tulisan yang dirangkum wartawan SH, Natalia Santi, sebagai salah satu peserta kunjungan 15 wartawan dari 15 negara ke Korea Selatan.
Jakarta - Kemarin Kamis (2/7), Korea Utara (Korut) berulah lagi. Mereka melakukan uji coba empat rudal jarak pendek ke arah Laut Timur. Empat rudal itu ditembakkan dari Sinsang-ni, Provinsi Hamgyeong Selatan, Korut Kamis sore. Padahal pagi harinya, kedua Korea baru saja mengadakan pertemuan bilateral membahas penguatan kerja sama.
Bukan pertama kalinya, Korut berlaku “curang” seperti itu. Kelakuan Korut kian menyurutkan harapan rakyat Korsel yang ingin menemukan keluarganya telah berpuluh-puluh tahun terpisah. Warga yang mengharapkan penyatuan, rata-rata telah berusia lanjut. Banyak pula yang sudah meninggal, tanpa tahu kabar berita saudara mereka di Utara.
Setelah Jerman bersatu, Korea merupakan negara terakhir yang masih terpisah di dunia ini. Korut hanya berjarak satu setengah jam dari ibu kota Korea Selatan (Korsel), Seoul. Namun seperti yang diungkap Menteri Budaya, Olahraga dan Pariwisata Yu Inchon, masalahnya bukan jarak geografi, melainkan jarak waktu. “Jarak yang diciptakan selama dua puluh tahun terakhir, menciptakan perasaan berbeda antara kedua Korea,” katanya dalam wawancara dengan SH dan dua wartawan lain, Senin (15/6) lalu.
Masalah nuklir Korut menjadi ganjalan utama dalam upaya penyatuan dan kerja sama. Setelah sepuluh tahun menjalankan kebijakan pemberian bantuan kepada Korut, sunshine policy, Korsel akhirnya memutuskan untuk mengutamakan penyelesaian masalah nuklir tetangganya itu. Presiden Lee pun meminta dukungan kalangan internasional, termasuk dalam pertemuannya dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama di Washington.
Perdana Menteri Han Seung Soo mengatakan, pemerintahnya menginginkan Korut patuh pada resolusi yang sudah dikeluarkan PBB, dan kembali pada perundingan enam pihak. Kebijakan yang diambil Korsel kini lebih pragmatis dan berdasarkan pada kerja sama yang saling menguntungkan. Kebijakan sunshine policy, selama ini hanya dirasakan sebagai kebijakan sepihak dari Korsel, tanpa langkah serupa dari Korut.
Rakyat Korsel tidak merasa Korut sebagai ancaman. Berbagai pendapat berbeda muncul soal Korut. Ada yang menyatakan mereka gunakan nuklir untuk dapat simpati. Ada juga yang menyatakan rezim menggunakan rakyat untuk kepentingan mereka sendiri. Bursa saham Korsel malah melonjak saat Korut melakukan uji coba nuklirnya.
Di masa rezim militer, isu ancaman Korut pernah dijadikan alat pemerintah meraih dukungan rakyat. Namun kini informasi Korut dapat dengan mudah diperoleh dari dari lembaga swadaya masyarakat dan berbagai media massa. Masyarakat Korsel dapat mengetahui situasi sebenarnya di negara tetangganya itu.
Penyatuan masih menjadi impian sebagian rakyat Korsel. Kalangan generasi muda Korsel sendiri masih menginginkannya. Namun penyatuan tampaknya akan tetap menjadi impian, kala masalah nuklir Korut tidak terselesaikan. n
http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/back_to/indeks-lalu/read/penyatuan-kembali-impian-rakyat-korea/?tx_ttnews%5Byears%5D=2009&tx_ttnews%5Bmonths%5D=07&tx_ttnews%5Bdays%5D=3&cHash=18f33b996c
No comments:
Post a Comment