Search This Blog

Tuesday, June 8, 2010

DMZ, Simbol Pemisahan dan Penyatuan


Seoul – Zona demilitarisasi (DMZ) menjadi simbol unifikasi sekaligus pemisahan Korea. Zona tersebut mengelilingi garis demarkasi militer, di bawah ketentuan Kesepakatan Gencatan Senjata yang ditandatangani pada Juli 1953. Garis demarkasi militer terbentang sepanjang 250 kilometer, memisahkan Korea Selatan (Korsel) dengan Korea Utara (Korut).


Zona demilitarisasi merupakan zona penyangga kedua negara. DMZ, disebut juga zona netral. Luas kasarnya mencapai 30-40 km, termasuk empat kilometer DMZ dan zona pengawasan sipil 5-20 kilometer. Wilayah zona pengawasan sipil (CCZ) bisa dimanfaatkan warga Korsel untuk bertani.
Mereka boleh menanaminya dan pada siang hari. Tiga puluh menit menjelang matahari terbenam, mereka harus meninggal kan kawasan tersebut.
Di balik gunung di kawasan CCZ banyak ladang ranjau. Tanda segitiga merah dengan pagar berduri menunjukkan batas-batas tanah yang belum dibersihkan. Namun membersihkannya sangat sulit dan butuh waktu sangat lama. Tahun 1980-an, masih banyak petani yang jadi korban ranjau-ranjau yang belum dibersihkan.
Bersama 14 wartawan yang tergabung dalam program “Low Carbon, Green World 2009 Green Korea” SH, mengunjungi salah satu menara pengamatan DMZ di Yeol-soe. Sepanjang perjalanan menuju DMZ, di kawasan CCZ, hamparan hutan dan sawah tampak di sepanjang kanan kiri jalan. Ladang-ladang jagung, kol dan cabai tertata apik. Zona tersebut juga ditanami ginseng. Di depan menara, terdapat monumen yang bertuliskan “Kunci Menuju Penyatuan Kembali”.
Menurut penjelasan prajurit yang bertugas di Menara Pengamatan Yeol-seo, tempat tersebut dikunjungi sekitar 3.000 turis setiap tahun. Dari menara pengamatan, wilayah Korut tampak gersang. Meski tak tampak, perbatasan terdiri atas tiga garis, batas selatan, tengah, merupakan garis demarkasi militer sebenarnya, serta garis perbatasan utara. Garis tersebut pernah dilanggar Korut pada tahun 1999. Sayang saat kunjungan, cuaca mendung. Padahal biasanya dari observasi bisa tampak Desa Bajangne yang menjadi desa propaganda Korut. Di desa tersebut terdapat 80 rumah yang diyakini dihuni sekitar 800 orang serta sebuah gedung sekolah, serta patung Kim Sungil setinggi lima meter.
Menurut petugas, saat tentara Korsel berpatroli, prajurit Korut dalam posisi siap tempur. Meski tidak ada pagar, tentara Korut akan menembak warganya yang membelot ke selatan. Ketatnya pengamanan dan banyaknya ladang ranjau, membuat DMZ bukan pilihan warga sipil Korut untuk membelot. Di DMZ pembelot biasanya tentara. Warga sipil Korut lebih mudah membelot dari perbukitan China atau melewati sungai.
Batas selatan dipagari pembatas yang terdiri atas tiga lapis dan dilengkapi dengan sensor yang dihubungkan langsung dengan pos pengamatan. Jika ada orang maupun hewan yang menyentuh pagar pembatas akan segera tampak di layar pengamatan. Hingga kini tercatat sekitar 16.000 membelot ke selatan. Warga Korut yang membelot akan diterima secara baik-baik oleh Korsel. Setelah dipastikan mereka warga sipil, mereka akan diserahkan kepada pihak berwenang dan diasramakan untuk berintegrasi dan belajar bagaimana hidup di Korsel. Mereka juga diberi apartemen. n

No comments: