Search This Blog

Tuesday, June 8, 2010

Pengamat: Rakyat Korsel Tak Anggap Korut sebagai Ancaman


Seoul - Meski keduanya secara teknis masih terlibat perang, serta tidak tertutup kemungkinan Korea Utara (Korut) akan menggunakan senjata nuklir ke Korea Selatan (Korsel), sebagian besar masyarakat tidak menganggap negara itu bermusuhan.

“Saya pernah melakukan jajak pendapat, umumnya persepsi rakyat Korsel-Korut tidak bermusuhan. Mereka tidak menganggap Korut sebagai ancaman,” kata Kim Sung-han, Profesor Hubungan Internasional dari Universitas Seoul dalam wawancara bersama SH dan dua wartawan lain, Jumat (19/7). Pasca-uji coba nuklir pertama Korut, bursa saham malah naik.
Kalangan generasi muda mendukung unifikasi Korea. Tapi jika ditanya, maukah pajak mereka ditambah 10-20 persen untuk menanggung biaya unifikasi, jawaban berubah. “Delapan puluh persen menyatakan tidak mau unifikasi,” kata Kim Sung-han.
Soal kemungkinan ada pergerakan di dalam Korut untuk meruntuhkan rezim, Kim Sung-han menyatakan ada fenomena baru yang terjadi di masyarakat Korut. Tidak semua rakyat Korut mengiyakan apa saja yang dikatakan rezim.
Dia mengisahkan seorang temannya, warga Jerman keturunan Korea yang kerap bepergian ke Korut. Suatu kali dia pergi ke wilayah pedesaan bersama seorang pejabat Korut. Di tengah jalan, tiba-tiba mobil Mercedez Benz yang mereka tumpangi mogok. Sementara si pejabat pergi ke desa bantuan, dia dihampiri beberapa warga desa yang mengiranya warga Korea. Namun, setelah tahu dirinya orang asing, warga mulai berkeluh kesah. “Dan mereka mengkritik pemerintahan Kim Jong-il dengan sangat tajam,” kata Kim Sung-han. “Mereka tidak memberi makan kami sama sekali, kami kelaparan, mereka gila dan harus dihukum,” tambahnya mengutip cerita temannya.
Dengan mengkritik pemerintahan, berarti mereka tahu apa yang terjadi. Rakyat Korut juga tahu, Kim Jong-il tidak sehat. Mereka sadar bermasalah, tapi bukan karena Amerika Serikat atau negara-negara luar, melainkan karena rezim pemerintahannya.
“Ini adalah fenomena baru, yang ditemukan cukup jelas beberapa tahun lalu,” katanya. Kritik tersebut terutama ditemukan di wilayah miskin Korut di kawasan utara. Penduduknya tidak sepadat Pyongyang yang makmur. Rakyat di wilayah tersebut kurang atau bahkan tidak mendapat perhatian pemerintah Korut.
“Biasanya di televisi, yang tampak adalah Pyongyang,” kata Kim Sung-han. Dia menambahkan, Korut adalah negara yang sangat organik. Sebagian dari negara itu saling terkait dengan feodalisme yang kental. Kelaparan tidak cukup untuk meruntuhkan rezim. Perlu upaya yang lebih dari itu. Rezim tidak akan peduli rakyatnya mati kelaparan.

Kekhawatiran China
Namun bersatunya Korea bisa mendatangkan masalah bagi negara tetangganya, China. Jika Korut runtuh, China khawatir puluhan ribu pengungsi akan mengalir ke wilayah utara. Hal ini akan menambah masalah pemerintah China. “Jadi China dalam dilema, mencegah keruntuhan Korut di satu sisi, dan di sisi lain mencegah Jepang memiliki nuklir,” katanya. Jika Korut menjadi kekuatan nuklir, Kim Sung-han memperkirakan Jepang pun akan menjadi negara nuklir. Teknologi nuklir Jepang sudah sangat tinggi. “Kami menyebutnya ‘hamil tujuh bulan’,” katanya. Artinya, hanya perlu dua-tiga bulan bagi Jepang untuk mengembangkan senjata nuklir. Menurutnya, China bukan takut pada Korut, tapi pada Jepang. Itulah dari sisi tersebut, China mendukung aliansi Amerika Serikat-Jepang. Karena Amerika Serikat bisa menekan ambisi nuklir Jepang.
Rusia sebaliknya. Jika Korea damai, mereka bisa mendapatkan keuntungan secara ekonomi dengan menawarkan energi. “Rusia punya banyak gas alam dan ingin membangun pipa gas. Jadi Rusia menunggu sambil berpartisipasi dalam dialog enam pihak,” katanya. n

dipublikasikan di Sinar Harapan, 3 Juli 2009

http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/back_to/indeks-lalu/read/pengamat-rakyat-korsel-tak-anggap-korut-sebagai-ancaman/?tx_ttnews%5Byears%5D=2009&tx_ttnews%5Bmonths%5D=07&tx_ttnews%5Bdays%5D=3&cHash=9bf0026c64


No comments: