Jakarta – Masalah nuklir Iran tergantung pada kebijakan yang akan diambil Amerika Serikat (AS). Resolusi sanksi tambahan yang diancam akan dijatuhkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa terus bergulir sejak awal tahun 2009, tampaknya belum akan diputuskan hingga tahun 2010.
Sementara Indonesia dapat berperan lebih jauh dalam masalah ini jika pemimpin kita lebih berani bersikap. Kekhawatiran Barat bahwa Iran suatu saat akan membuat senjata nuklir kian meningkat. Apalagi setelah baru-baru ini ditemukan fasilitas baru.
Hamdan Basyar, Direktur Eksekutif ISMES (Indonesian Society for Middle East Studies) beranggapan teknologi nuklir Iran saat ini belum bisa membuat nuklir. Perkembangan teknologi negeri itu tidak sedahsyat dulu ketika dibantu Amerika Serikat. Karena itu, Iran menggunakan politik tarik ulur dalam bekerja sama dengan Badan Atom Internasional.
“Ketika El Baradei (Direktur IAEA, Red) datang, mereka patuh, ketika Baradei pulang, mereka tidak patuh lagi,” kata Basyar.
Untungnya, Presiden AS saat ini Barack Obama mengedepankan dialog dalam pendekatan terhadap Iran. Sehingga provokasi Iran tersebut tidak menjadikan AS menggunakan kekuatan militernya.
Meski kerap membangkang, Iran tidak akan keluar dari Traktat Non Proliferasi Nuklir (NPT).“Kecil kemungkinan Iran akan keluar dari NPT, karena itu adalah salah satu alat bargaining Iran,” kata Basyar.
Keluarnya Iran dari NPT malah diharapkan AS karena jika Iran keluar dari NPT tidak akan adalagi negara pendukungnya. “Kita juga akan mengecam dan dia akan sendirian.”
Saat ini Iran mengaku tidak percaya pada Barat dan tidak akan pernah percaya. Karena itu apapun yang dihimbau negara Barat tidak akan dipatuhi oleh Iran. Saat mereka kekurangan bahan bakar untuk fasilitas nuklir risetnya, AS pernah menawarkan untuk mengayakannya di luar Iran. Pada awalnya Iran menerima, tapi saat akan dilaksanakan mereka menolak.
“Kami tidak akan mengemis,” kata Behrooz Kamalvandi, Duta Besar Iran untuk Indonesia beberapa waktu lalu. Pihaknya mengkhawatirkan jika uranium yang dimiliki Iran dikirim, maka setelah dikayakan, uranium itu tidak akan dikembalikan lagi ke Iran dengan berbagai alasan.
Indonesia bisa Berperan
Indonesia sebenarnya bisa berperan untuk menjadi penengah atau jembatan dalam masalah tersebut. Meski pihak yang paling dominan adalah kelima negara anggota tetap DK PBB ditambah Jerman (P5+1), dengan Rusia dan China yang dianggap mampu “membujuk” Iran.
“Kita tidak ingin ada musuh. Jadi tidak bisa bersikap tegas kepada pihak yang dianggap bersalah. Kita bermain di antara keduanya,” kata Hamdan.
Sementara menurut Dirjen Multilateral Departmen Luar Negeri RI, Rezlan Ishar Jenie, sikap Indonesia terhadap isu nuklir Iran dilandasi laporan-laporan IAEA. Indonesia terus mengikuti perkembangan pembahasan isu nuklir Iran dalam forum IAEA. Indonesia mengharapkan agar Iran terus bekerja sama dengan badan nuklir dunia itu secara transparan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang masih menggantung (outstanding issues) dan mengembalikan kepercayaan masyarakat internasional terhadap status program nuklirnya.
Indonesia juga mendukung AS untuk terus berdialog langsung dengan Iran dalam kerangka pembicaraan P-5+1 dan mengharapkan pembicaraan antara kedua belah pihak dapat menghasilkan penyelesaian yang damai dan menyeluruh tentang isu nuklir Iran sehingga isu ini dapat dikembalikan ke IAEA.
Hamdan memperkirakan hingga tahun 2010 masalah nuklir Iran akan terus menggantung. Isu itu masih akan dimainkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. (natalia santi)
dipublikasikan di Sinar Harapan, 28 Desember 2009
No comments:
Post a Comment