Otsus Papua
Menyelesaikan Masalah dengan Masalah
Jakarta – Awal Desember lalu, atas undangan Departemen Luar Negeri, SH mengunjungi provinsi paling barat Indonesia tersebut. Kunjungan pada 2-7 Desember tersebut diwarnai peristiwa Deklarasi Kemerdekaan Papua pada tanggal 1 Desember.
Sebelum berangkat, kami telah diberi briefing mengenai isu-isu Papua yang kerap dibahas di dunia internasional. Menurut, Wiwik Setyawati Firman, Direktur Hak Asasi Manusia Departemen Luar Negeri RI, masalah-masalah HAM di Papua kerap diinternasionalisasi. Berbagai kasus tuduhan Pelanggaran HAM yang diadukan pada tingkat internasional yakni Perserikatan Bangsa-bangsa, Parlemen Eropa, Kongres Amerika Serikat antara lain soal operasi Freeport McMoran di Indonesia, protes Amnesti Internasional terhadap penyiksaan narapidana politik di Papua, dan soal reaksi berlebihan pemerintah Indonesia bagi para pengibar bendera “Bintang Kejora”.
Menurut Wiwik, tantangan terbesar yang dihadapi Papua saat ini sebenarnya adalah masalah pelanggaran hak asasi bidang ekonomi sosial dan budaya. Otonomi khusus (otsus) yang diberlakukan sejak 2001 belum memberikan manfaat bagi rakyat Papua. Otsus dianggap gagal, dan kerap dijadikan pembenaran bagi kemerdekaan Papua.
Masalah otsus ternyata mendominasi kunjungan kami ke Papua. Tidak terdengar pembahasan soal pelanggaran HAM. Dalam pertemuan dengan Gubernur Papua Barnabas Suebu, dia mengakui bahwa otsus yang diharapkan menyelesaikan masalah, malah menjadi masalah itu sendiri. Menurut gubernur yang akrab disapa Bas ini, masalah otsus terletak pada implementasi dan penafsirannya. Dia menyatakan banyak kalangan keliru menafsirkan otsus. Kesalahan penafsiran tersebut bukan saja di tingkat rakyat jelata, melainkan juga di pemerintahan, mulai dari pejabat tinggi setingkat menteri hingga ke bawahannya.
Perbedaan persepsi penafsiran otsus juga dikemukakan oleh Lektor Kepala Universitas Cendrawasih Mohammad Abud Musaad. Akibat perbedaan persepsi itu pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan yang saling tumpang-tindih, bahkan bertentangan. Salah satunya adalah peraturan mengenai pemekaran. Tidak saja itu, aturan tambahan yang mengatur implementasi otsus yang disebut Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) hingga kini belum disahkan.
Dalam pertemuan dengan Majelis Rakyat Papua, Yakoba Tjoe, salah seorang anggota dari Kelompok Kerja Perempuan, mengungkapkan, dengan ketiadaan peraturan tersebut pemerintah pusat menyepelekan rakyat Papua. “Badak di Ujung Kulon lebih berharga karena ada Perdanya,” katanya. Dalam pesan singkatnya kepada SH, Yakoba menyatakan sosialisasi otsus harus sampai ke kampung-kampung, karena di sanalah masyarakat adat berada.
Korupsi
Dana besar telah dikucurkan pemerintah untuk membiayai otsus. Dana tersebut terdiri atas tiga bagian, yakni dua persen setara dengan Dana Alokasi Umum Nasional atau sekitar 25 persen dari APBN, dana bagi hasil migas serta dana pembangunan infrastruktur.
Gubernur Barnabas mengakui dana otsus yang cukup besar terus mengucur, namun sayangnya tidak dibarengi dengan pemerintahan yang baik, bersih dan akuntabel dan melayani rakyat jelata.
“Uang turun banyak terbuka korupsi, penyalahgunaan, mis-manajemen, mis-use...Dunia birokrasi berpesta-pora, di sisi lain rakyat terus berteriak tidak percaya terhadap pemerintah pusat dan daerah,” kata Bas di hadapan para wartawan dari Jakarta serta diplomat Deplu, Rabu (3/12).
Dalam pertemuan Ketua MPR, Agus A Alua sempat membandingkan Papua Nugini (PNG) dengan Papua. Jika dilihat dari segi fisik, menurut pengamatan SH, di perbatasan PNG-Indonesia, Papua tampak jauh lebih baik dan lebih aman dibanding PNG. Namun, menurut Agus yang mantan Ketua Presidium Dewan Papua mengatakan, “PNG lebih baik karena kebebasan berpendapat lebih dihargai.”
Yakoba Tjoe juga membenarkan bahwa Papua aman. “Hanya tidak ada transparansi dan keterbukaan dan rasa memiliki bangsa Indonesia pada rakyat Papua.” Dia juga menyatakan rakyat Papua tidak pernah merasakan sentuhan pemerintah pusat dan daerah. (natalia santi)
dipublikasikan di Sinar Harapan, Senin 5 Januari 2009
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0901/05/lua04.html
No comments:
Post a Comment