LAPORAN KHUSUS
Indonesia Angkat Masalah Rohingya di ASEAN
Jakarta - Teuku Faizasyah, Juru Bicara Departemen Luar (Deplu) Negeri RI mengungkapkan, tidak tertutup kemungkinan masalah Rohingya diangkat Indonesia di sela-sela rangkaian pertemuan ASEAN 27 Februari-1 Maret mendatang di Hua Hin, Thailand.
“Tidak tertutup kemungkinan Pemerintah Indonesia akan mengangkat masalah ini di sela-sela rangkaian pertemuan ASEAN,” kata Faiza kepada SH, Jumat (6/2).
Hingga kini belum ada mekanisme regional mengenai penanganan masalah manusia perahu seperti warga Rohingya. Padahal, “pengungsi politik” Rohingya melibatkan negara-negara di kawasan, seperti Myanmar, sebagai negara asal, Thailand, dan Indonesia. Sejumlah warga Rohingya dikabarkan juga ada di Malaysia.
Sampai saat ini tim verifikasi kedua Deplu yang bekerja sama dengan Organisasi Migrasi Internasional (IOM) belum memberikan laporan resmi. Tim yang telah berada di Aceh sejak 28 Januari tersebut rencananya akan pulang ke Jakarta pada Kamis malam. Namun, dengan kedatangan rombongan manusia perahu kedua di Aceh Timur, tim diperintahkan untuk melakukan penilaian awal.
“Laporan resmi baru akan kita dapatkan setelah ketua tim, Kusumo Pradopo kembali,” kata Faiza. Berdasarkan komunikasi dengan tim diketahui selama proses wawancara tim Deplu dapat mengelompokkan manusia perahu dalam tiga kelompok. Yakni warga negara Bangladesh, warga Rohingya di Bangladesh, dan warga Rohingya asal Myanmar.
“Secara teori, proses repatriasi warga Bangladesh dan warga Rohingya asal Bangladesh bisa lebih mudah dan cepat,” kata Faiza. Sementara pada warga Rohingya asal Myanmar akan diterapkan repatriasi secara sukarela.
Berdasarkan hasil investigasi awal pada manusia perahu kelompok pertama, motif mereka adalah ekonomi, atau mencari penghidupan lebih baik. Dengan motif tersebut, dan cara masuk secara ilegal tanpa dokumen-dokumen resmi, tidak ada pilihan lain kecuali memulangkan mereka. Secara internasional, imigran yang masuk dengan tujuan mencari pekerjaan atau kehidupan yang lebih baik tanpa disertai dokumen resmi akan dipulangkan. Hal serupa juga dialami para tenaga kerja Indonesia yang masuk ke negara lain secara ilegal.
Indonesia juga bukan negara pihak dalam Konvensi Pengungsi PBB 1951, sehingga tidak berkewajiban melakukan proses maupun memberikan suaka politik.
Bukan yang Pertama
Peristiwa terdamparnya manusia perahu Rohingya pernah terjadi tahun 2006. Saat itu sebanyak 77 “pengungsi politik” Rohingya terdampar di Pulau Rondo. Saat itu Indonesia bekerja sama dengan organisasi pengungsi PBB (UNHCR).
“Kita pernah melibatkan UNHCR dalam penanganan masalah 77 pengungsi politik Myanmar yang terdampar di Pulau Rondo. Namun dalam mekanisme penyelesaian akhir, Deplu tidak dikonsultasikan sehingga menerima banyak keluhan dari beberapa kalangan di daerah,” papar Faiza. Saat ditangani UNHCR, kerangka waktu juga tidak jelas, sehingga memakan waktu lama. Dalam penanganan manusia perahu kali ini, Deplu bekerja sama dengan organisasi migrasi internasional (IOM). Pemerintah Indonesia juga akan memastikan warga Rohingya yang dipulangkan tidak mengalami perlakuan buruk di negaranya. (natalia santi)
diterbitkan di Sinar Harapan, Jumat 6 Februari 2009
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0902/06/sh10.html
No comments:
Post a Comment