Search This Blog

Tuesday, March 17, 2009

Krisis Politik, Ujian bagi Demokrasi Thailand

Catatan Akhir Tahun
Krisis Politik, Ujian bagi Demokrasi Thailand


Jakarta – Sepanjang tahun 2008, rangkaian krisis politik menjadi ujian bagi demokrasi di Thailand. Imbas ketidakstabilan Thailand turut dirasakan ASEAN.
Pemberlakuan Piagam ASEAN yang mengubah ASEAN menjadi sebuah organisasi yang memiliki entitas hukum “terpaksa” hanya dirayakan pada Konferensi Tingkat Menteri di Jakarta. Acara ini diadakan di Bangkok dengan dihadiri seluruh Kepala Negara, dengan harapan mengulang sejarah Deklarasi Bangkok, seperti saat ASEAN didirikan. Namun, hingga saat ini, belum jelas kapan KTT ASEAN akan diselenggarakan.
Jika diurai, akar ketidakpuasan kelompok demonstrasi yang dipimpin Aliansi Rakyat untuk Demokrasi berawal dari kemenangan Partai Kekuatan Rakyat (PPP) pimpinan Samak Sundaravej. Partai yang kemudian dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi karena kecurangan pemilu tersebut dianggap sebagai penjelmaan dari Partai Thai Rak Thai-nya mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Mantan PM yang digulingkan kudeta militer 19 September 2006 atas tuduhan korupsi.
PM Samak pun dianggap sebagai boneka Thaksin. Kekhawatiran PAD cukup beralasan karena setelah Samak terpilih sebagai PM, kepulangan Thaksin sejak pengasingan dirinya di London disambut bagaikan pahlawan. Bagi rakyat pedesaan, Thaksin tetap menjadi idola, karena kebijakan-kebijakannya saat memerintah dianggap berhasil menyejahterakan mereka. Kelompok demonstrasi PAD sendiri didukung oleh kalangan menengah ke atas serta bangsawan Bangkok. PAD menghendaki pemerintahan yang bersih dari “unsur” Thaksin dan mendesak pemerintah untuk terus mengusut kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan yang dilakukannya selama memerintah. Bahkan PAD menuntut agar konstitusi Thailand mengubah sistem pemilu. Mereka menuduh pedesaan rentan politik uang dan jual beli suara, sehingga PPP menang.
Demonstrasi terus-menerus dilakukan sejak Juni 2008. Tak goyah juga, PAD akhirnya menduduki Gedung Pemerintah (kantor perdana menteri) sejak akhir Agustus 2008. Bentrokan antara massa pro dan anti-pemerintah pun menelan korban jiwa. Samak tidak bergeming. Dia juga lolos dalam sidang mosi kepercayaan parlemen. Namun, keputusan Mahkamah Agung terkait keterlibatannya dalam acara masak di stasiun televisi akhirnya berhasil menjegal perdana menteri yang terkenal berlidah tajam tersebut.
Lembar Baru
Melalui pemungutan suara di Parlemen, adik ipar Thaksin, Somchai Wongsawat terpilih menjadi PM menggantikan Samak. Pengangkatan Somchai tak membuat aksi demo mereda. Puncaknya adalah pendudukan bandara Don Muang dan bandara internasional Suvarnabhumi yang membuat 300.000 penumpang telantar dan aktivitas penerbangan dari dan ke Thailand terhenti total akhir November lalu.
Selama aksi demonstrasi, selama berbulan-bulan militer tidak mau campur tangan. Mereka tidak menyatakan dukungan maupun kecaman terhadap pemerintah. Kalau ada, hanyalah saran agar Somchai mundur seperti yang disuarakan Jenderal Anupong Paochinda. Militer tampaknya tidak mau mengulang kejadian tahun 2006 yang menuai kecaman internasional saat mereka melakukan kudeta menggulingkan Thaksin.
Demonstrasi memukul industri pariwisata yang menjadi andalan Thailand. Di tengah krisis ekonomi global, rakyat negeri itu juga harus menanggung beban akibat ketidakstabilan politik.
Aksi demonstrasi PAD meraih kemenangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang membubarkan PPP. PM Somchai pun mundur pada Selasa (2/12). Pemimpin oposisi Abhisit Vejjajiva yang baru berusia 44 tahun terpilih menjadi PM, Senin (15/12).
Peranakan China-Thailand lulusan sekolah-sekolah ternama di Inggris itu menyatakan siap membangun kepercayaan internasional yang mulai runtuh terhadap negerinya. Politisi yang terkenal memiliki reputasi “bersih” itu menawarkan integritas, di tengah kecaman akan pilihan anggota kabinetnya. Dia berjanji tidak akan menoleransi korupsi yang dilakukan anggota kabinetnya. Perjuangan PAD untuk membersihkan pemerintahan dari korupsi benar-benar tuntas. Tapi mungkin belum selesai.
Belum lagi bekerja, Abhisit sudah mendapat tentangan dari kelompok yang menamakan diri sebagai Aliansi Demokratik melawan Kediktatoran. Mereka menutup jalan menuju gedung parlemen saat Abhisit dijadwalkan menyampaikan pidato kebijakan, Senin (29/12), persis seperti yang dilakukan PAD kepada PM sebelumnya.
Melihat kenyataan ini, sulit rasanya bisa menyaksikan Thailand yang damai dan ramah menyambut tamu-tamu asing untuk berlibur di negerinya di tahun 2009. Abhisit dan kabinetnya punya banyak pekerjaan rumah di tengah tantangan dunia yang diperkirakan suram pada 2009. (natalia santi)

dipublikasikan di Sinar Harapan, Rabu 31 Desember 2008http://www.sinarharapan.co.id/berita/0812/31/lua04.html


No comments: